Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak membiarkan manusia saling menzhalimi satu dengan yang lainnya,
Allah dengan tegas mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Nya, juga
atas segenap makhluk-Nya. [1] Kezhaliman dengan berbagai ragamnya telah
menyebar dan berlangsung turun temurun dari generasi ke generasi, dan
ini merupakan salah satu tanda akan datangnya hari kiamat sebagaimana
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Sungguh akan datang kepada manusia
suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana mereka mendapatkan
harta, dari yang halalkah atau yang haram” [HR Bukhari kitab Al-Buyu : 7]
Di antara bentuk kezhaliman yang hampir
merata di tanah air kita adalah diterapkannya sistem perpajakan yang
dibebankan kepada masyarakat secara umum, terutama kaum muslimin, dengan
alasan harta tersebut dikembalikan untuk kemaslahatan dan kebutuhan
bersama. Untuk itulah, akan kami jelaskan masalah pajak ditinjau dari
hukumnya dan beberapa hal berkaitan dengan pajak tersebut, di antaranya
ialah sikap kaum muslimin yang harus taat kepada pemerintah dalam
masalah ini. Mudah-mudahan bermanfaat.
DEFINISI PAJAK
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal
dengan nama Al-Usyr [2] atau Al-Maks, atau bisa juga disebut
Adh-Dharibah, yang artinya adalah: “Pungutan yang ditarik dari rakyat
oleh para penarik pajak” [3]. Atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj,
akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang
berkaitan dengan tanah secara khusus.[4]
Sedangkan para pemungutnya disebut Shahibul Maks atau Al-Asysyar.
Adapun menurut ahli bahasa, pajak adalah
: “ Suatu pembayaran yang dilakukan kepada pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan dalam hal menyelenggaraan
jasa-jasa untuk kepentingan umum”[5]
MACAM-MACAM PAJAK
Diantara macam pajak yang sering kita jumpai ialah :
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu pajak yang dikenakan terhapad tanah dan lahan dan bangunan yang dimiliki seseorang.
- Pajak Penghasilan (PPh), yaitu pajak yang dikenakan sehubungan dengan penghasilan seseorang.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pajak Barang dan Jasa
- Pajak Penjualan Barang Mewam (PPnBM)
- Pajak Perseroan, yaitu pajak yang dikenakan terhadap setiap perseroan (kongsi) atau badan lain semisalnya.
- Pajak Transit/Peron dan sebagainya.
ADAKAH PAJAK BUMI/KHARAJ DALAM ISLAM?
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitabnya Al-Mughni (4/186-121) menjelaskan bahwa bumi/tanah kaum muslimin terbagi menjadi dua macam:
1). Tanah yang diperoleh kaum muslimin
dari kaum kafir tanpa peperangan, seperti yang terjadi di Madinah, Yaman
dan semisalnya. Maka bagi orang yang memiliki tanah tersebut akan
terkena pajak kharaj/pajak bumi sampai mereka masuk Islam, dan ini
hukumnya adalah seperti hukum jizyah, sehingga pajak yan berlaku pada
tanah seperti ini berlaku hanya terhadap mereka yang masih kafir saja.
2). Tanah yang diperoleh kaum muslimin
dari kaum kafir dengan peperangan, sehingga penduduk asli kafir terusir
dan tidak memiliki tanah tersebut, dan jadilah tanah tersebut wakaf
untuk kaum muslimin (apabila tanah itu tidak dibagi-bagi untuk kaum
muslimin). Bagi penduduk asli yang kafir maupun orang muslim yang hendak
tinggal atau mengolah tanah tersebut, diharuskan membayar sewa tanah
itu karena sesungguhnya tanah itu adalah wakaf yang tidak bisa dijual
dan dimiliki oleh pribadi ; dan ini bukan berarti membayar pajak,
melainkan hanya ongkos sewa tanah tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pajak pada
zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah diwajibkan
atas kaum muslimin, dan pajak hanya diwajibkan atas orang-orang kafir
saja.
HUKUM PAJAK DAN PEMUNGUTNYA MENURUT ISLAM
Dalam Islam telah dijelaskan keharaman
pajak dengan dalil-dalil yang jelas, baik secara umum atau khusus
masalah pajak itu sendiri.
Adapun dalil secara umum, semisal firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil….” [An-Nisa : 29]
Dalam ayat diatas Allah melarang
hamba-Nya saling memakan harta sesamanya dengan jalan yang tidak
dibenarkan. Dan pajak adalah salah satu jalan yang batil untuk memakan
harta sesamanya.
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya” [6]
Adapun dalil secara khusus, ada beberapa
hadits yang menjelaskan keharaman pajak dan ancaman bagi para
penariknya, di antaranya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
« إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِى النَّارِ ».
“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]
Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh
Al-Albani rahimahullah & beliau berkata : ”Sanadnya bagus, para
perawinya adalah perawi (yang dipakai oleh) Bukhari-Muslim, kecuali Ibnu
Lahi’ah ; kendati demikian, hadits ini shahih karena yang meriwayatkan
dari Abu Lahi’ah adalah Qutaibah bin Sa’id Al-Mishri”.
Dan hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain, seperti.
عَنْ أَبِي الْخَيْرِ ، قَالَ : عَرَضَ مَسْلَمَةُ بْنُ مُخَلَّدٍ – وَكَانَ أَمِيرًا عَلَى مِصْرَ – عَلَى رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ ، أَنْ يُوَلِّيَهُ الْعُشُورَ ، فَقَالَ : إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ (1) : إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِي النَّارِ.
“Dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata ; “Maslamah bin
Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas
penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia
berkata : ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka”
[HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930]
Berkata Syaikh Al-Albani rahimahullah :
“(Karena telah jelas keabsahan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu
Lahi’ah dari Qutaibah) maka aku tetapkan untuk memindahkan hadits ini
dari kitab Dha’if Al-Jami’ah Ash-Shaghir kepada kitab Shahih Al-Jami, dan dari kitab Dha’if At-Targhib kepada kitab Shahih At-Targhib” [7]
Hadits-hadits yang semakna juga dishahihkan oleh Dr Rabi Al-Madkhali hafidzahulllah dalam kitabnya, Al-Awashim wal Qawashim hal. 45.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits
yang mengisahkan dilaksanakannya hukum rajam terhadap pelaku zina
(seorang wanita dari Ghamid), setelah wanita tersebut diputuskan untuk
dirajam, datanglah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu menghampiri
wanita itu dengan melemparkan batu ke arahnya, lalu darah wanita itu
mengenai baju Khalid, kemudian Khalid marah sambil mencacinya, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« مَهْلاً يَا خَالِدُ فَوَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ ». ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ.
“Pelan-pelan, wahai Khalid. Demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh dia telah bertaubat dengan
taubat yang apabila penarik/pemungut pajak mau bertaubat (sepertinya)
pasti diampuni.Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkan (untuk disiapkan jenazahnya), maka Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menshalatinya, lalu dikuburkan” [HR Muslim 20/5 no. 1695, Ahmad 5/348 no. 16605, Abu Dawud 4442, Baihaqi 4/18, 8/218, 221, Lihat Silsilah Ash-Shahihahhal. 715-716]
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan
bahwa dalam hadits ini terdapat beberapa ibrah/hikmah yang agung
diantaranya ialah : “Bahwasanya pajak termasuk sejahat-jahat kemaksiatan
dan termasuk dosa yang membinasakan (pelakunya), hal ini lantaran dia
akan dituntut oleh manusia dengan tuntutan yang banyak sekali di akhirat
nanti” [Lihat : Syarah Shahih Muslim 11/202 oleh Imam Nawawi]
KESEPAKATAN ULAMA ATAS HARAMNYA PAJAK
Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi rahimahullah mengatakan dalam kitabnya, Maratib Al-Ijma (hal.
121), dan disetujui oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
:”Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa para pengawas (penjaga)
yang ditugaskan untuk mengambil uang denda (yang wajib dibayar) di atas
jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang) kota, dan apa-apa yang (biasa)
dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang-barang yang
dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun (barang-barang
yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan zhalim
yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik. Kecuali apa yang mereka
pungut dari kaum muslimin atas nama zakat barang yang mereka
perjualbelikan (zakat perdagangan) setiap tahunnya, dan (kecuali) yang
mereka pungut dari para ahli harbi (kafir yang memerangi agama Islam)
atau ahli dzimmi (kafir yang harus membayar jizyah sebagai jaminan
keamanan di negeri muslim), (yaitu) dari barang yang mereka
perjualbelikan sebesar sepersepuluh atau setengahnya, maka sesungguhnya
(para ulama) telah beselisih tentang hal tesebut, (sebagian) berpendapat
mewajibkan negara untuk mengambil dari setiap itu semua, sebagian lain
menolak untuk mengambil sedikitpun dari itu semua, kecuali apa yang
telah disepakati dalam perjanjian damai dengan dengan ahli dzimmah yang
telah disebut dan disyaratkan saja” [8]
PAJAK BUKAN ZAKAT
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah dalam kitabnya Syarh Ma’ani Al-Atsar (2/30-31),
berkata bahwa Al-Usyr yang telah dihapus kewajibannya oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas kaum muslimin adalah pajak yang biasa
dipungut oleh kaum jahiliyah”. Kemudian beliau melanjutkan : “… hal ini
sangat berbeda dengan kewajiban zakat..” [9]
Perbedaan lain yang sangat jelas antara pajak dan zakat di antaranya:
1). Zakat adalah memberikan sebagian
harta menurut kadar yang ditentukan oleh Allah bagi orang yang mempunyai
harta yang telah sampai nishabynya [10]. Sedangkan pajak tidak ada
ketentuan yang jelas kecuali ditentukan oleh penguasa di suatu tempat.
2). Zakat berlaku bagi kaum muslimin
saja, hal itu lantaran zakat berfungsi untuk menyucikan pelakunya, dan
hal itu tidak mungkin kita katakan kepada orang kafir [11] karena orang
kafir tidak akan menjadi suci malainkan harus beriman terlebih dahulu.
Sedangkan pajak berlaku bagi orang-orang kafir yang tinggal di tanah
kekuasaan kaum muslimin
3). Yang dihapus oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang penarikan sepersepuluh dari harta
manusia adalah pajak yang biasa ditarik oleh kaum jahiliyah. Adapun
zakat, maka ia bukanlah pajak, karena zakat termasuk bagian dari harta
yang wajib ditarik oleh imam/pemimpin dan dikembalikan/diberikan kepada
orang-orang yang berhak. [12].
4). Zakat adalah salah satu bentuk
syari’at Islam yang cicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Sedangkan pajak merupakan sunnahnya orang-orang jahiliyah yang
asal-usulnya biasa dipungut oleh para raja Arab atau non Arab, dan
diantara kebiasaan mereka ialah menarik pajak sepersepuluh dari barang
dagangan manusia yang melalui/melewati daerah kekuasannya. [Lihat Al-Amwal oleh Abu Ubaid Al-Qasim]
[Disalin dari Majalah Al-Furqon, Edisi
I, Tahun VI/Sya'ban 1427/2006. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma’had
Al-Furqon Al-Islami, Alamat : Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik
Jatim] [www.almanhaj.or.id via http://suaraquran.com]
__________
Footnotes
[1]. Lihat Ali-Imran : 117 dan HR Muslim 2578 dari jalan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu.
[2]. Lihat Lisanul Arab 9/217-218, Al-Mu’jam Al-Wasith hal. 602, Cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah danMukhtar Ash-Shihah hal. 182
Footnotes
[1]. Lihat Ali-Imran : 117 dan HR Muslim 2578 dari jalan Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu.
[2]. Lihat Lisanul Arab 9/217-218, Al-Mu’jam Al-Wasith hal. 602, Cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah danMukhtar Ash-Shihah hal. 182
[3]. Lihat Lisanul Arab 9/217-218 dan 13/160 Cet Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Shahih Muslimdengan syarahnya oleh Imam Nawawi 11/202, dan Nailul Authar 4/559 Cet Darul Kitab Al-Arabi
[4]. Lihat Al-Mughni 4/186-203
[4]. Lihat Al-Mughni 4/186-203
[5]. Dinukil definisi pajak ini dari buku Nasehat Bijak Tuk Para Pemungut Pajak oleh
Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, dan sebagai amanah ilmiah kami
katakan bahwa tulisan ini banyak mengambil faedah dari buku tersebut.
[6]. Hadits ini shahih, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Jami’ush Shagir 7662, dan dalam Irwa’al Ghalil 1761 dan 1459.
[7]. Lihat Silsilah Ash-Shahihah jilid 7 bagian ke-2 hal. 1198-1199 oleh Al-Albani
[8]. Lihat Nasehat Bijak hal. 75-77 oleh Ibnu Saini, dan Al-washim wal Qawashim hal. 49 oleh Dr Rabi Al-Madkhali.
[8]. Lihat Nasehat Bijak hal. 75-77 oleh Ibnu Saini, dan Al-washim wal Qawashim hal. 49 oleh Dr Rabi Al-Madkhali.
[9]. Lihat Nasehat Bijak Tuk Pemungut Pajak hal. 88 oleh Ibnu Saini
[10]. Lihat At-Taubah : 60
[11]. Lihat Al-Mughni 4/200
[12]. Asal perkataan ini diucapkan oleh Al-Jashshah dalam Ahkamul Qur’an 4/366
*(Makalah ini dicopas dari alqiyamah.wordpress.com mengutip dari Majalah Al-Furqon, Edisi I, Tahun VI/Sya’ban 1427/2006. Mungkin lebih pas bila judulnya Sikap Islam terhadap Pajak. Teks ayat-ayat dan hadits yang tercantum ini ditampilkan oleh redaksi nahimunkar.com).
No comments:
Post a Comment